 |
Jadi Pemulung untuk Naik haji |
Setiap orang pasti mempunyai impian untuk bisa menikmati
masa tua dengan tenang dan bahagia, serta bisa berkumpul dengan keluarga tanpa
harus memikul beban hidup yang berat. Namun, hal itu rasanya tak bisa dirasakan oleh Maisaroh.
Wanita yang sudah renta ini, di usianya yang sudah senja masih harus menerima
kenyataan hidup untuk menjadi pemulung.
Maisaroh setiap hari harus berjuang di bawah teriknya
matahari di jalanan Jalan Gunung Bentuang, Kelurahan Ilir Kota, Kecamatan
Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat untuk memulung sampah. Ia memungut
barang bekas sejak dini hari.😪😪
Meski di tengah pandemi, tak juga menyurutkan langkahnya
mencari rezeki. Ia mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah
dengan menggunakan masker dan pencuci tangan sanitizer. Ia mengaku baik-baik
saja, tidak mengeluh sakit.setelah sholat shubuh saya sudah turun cari barang bekas,”
tutur Maisaroh, Wanita asal Lombok, Nusa Tenggara Barat itu bercerita, awal
masuk Kalimantan Barat pada 1994. Saat itu, Ia bersama suaminya bertransmigrasi
ke Penyelimau, Kabupaten Sanggau.
“Akhirnya kami pindah ke Kota Sanggau,” ucap Maisaroh
sembari memilah pungutan sampahnya. Di gerobaknya tampak ada bekas air botol,
gelas mineral, dan kardus.Setiap hari, Maisaroh harus berkeliling sejauh belasan
kilometer untuk mengumpulkan barang bekas. Lorong demi lorong Ia singgahi.Matanya menatap tajam setiap benda yang dilihatnya. Dengan
tubuh ringkih, Ia tak pernah mengeluh meski harus lelah mendorong gerobaknya.
Tetesan keringat mengucur.
Ia melakukan ini demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan
sang suami bekerja di perkebunan sawit.“Suami saya kerja sawit,” ujar Maisaroh.Usianya yang senja tidak mengurangi semangatnya untuk tetap
berjuang. Bajunya telah lusuh, kulitnya keriput dan hitam legam disengat
panasnya sinar matahari.
Namun ia tidak goyah. Hujan panas, telah menjadi makanannya
setiap hari.“Pokoknya sebelum penuh gerobak, tidak pulang saya. Ya saya
bersyukur Alhamdulillah, setiap jam 10.30 WIB, penuh gerobak isinya,” tutur
Maisaroh.
Dari hasil kerja kerasnya ini, Ia bisa mengantongi puluhan
hingga ratusan ribu rupiah setiap harinya. Uang itu Ia simpan. Dan ada juga
untuk kebutuhan sehari-harinya makan.“Saya tidak mau nyusahkan anak-anak saya. Karena mereka
punya tanggung jawab,” ucapnya.
Meski harus menjadi pemulung di usianya yang tak lagi muda
ini, namun Maisaroh mengaku tak pernah merasa malu. Di balik tekad kuatnya itu,
ternyata Maisaroh memiliki mimpi besar, yaitu ingin naik haji.